Jakarta, Properti Indonesia - Usulan pembentukan kembali kementerian khusus perumahan kian mengemuka beberapa waktu terakhir. Hal ini seiring dengan berkembangnya wacana jika pemerintah baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ingin menuntaskan angka kekurangan (backlog) pasokan rumah yang masih cukup tinggi melalui program besar membangun 3 juta rumah per tahun di seluruh Indonesia.
Terkait hal ini, para pemangku kepentingan (stakeholder) sepakat agar urusan perumahan rakyat dapat ditangani kembali oleh satu kementerian khusus yang terpisah dengan urusan infrastruktur. Sebab, program membangun 3 juta rumah per tahun di seluruh Indonesia membutuhkan usaha dan pembiayaan yang besar.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan, pembangunan 3 juta rumah yang ditargetkan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran merupakan suatu rencana yang dahsyat karena butuh dukungan besar dari sisi penganggaran dan kebijakan.
“Program ini mustahil berjalan tanpa desk khusus. Kita tahu bahwa banyak ketentuan dan regulasi di sektor perumahan yang selama ini kontra-produktif bahkan tidak bersahabat dengan dunia usaha sehingga menghambat penyediaan perumahan,” ujarnya Joko dalam acara talkshow yang digelar Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Novotel Jakarta Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Menurutnya, REI menegaskan program 3 juta rumah mau tidak mau haruslah ditangani kementerian yang khusus memahami persoalan pembangunan perumahan. “Tiga fungsi penting adanya kementerian perumahan adalah sebagai pengatur koordinasi lintas sektoral, perencana program, serta sekaligus eksekutor. Ketiga fungsi kementerian itu harus ada karena program ini merupakan pekerjaan khusus yang menjadi prioritas Prabowo-Gibran,” sebutnya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali. Dirinya menilai selama ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak fokus kepada masalah perumahan karena lebih banyak terkonsentrasi dengan urusan pembangunan infrastruktur.
“Agar program pembangunan 3 juta rumah Prabowo-Gibran ini dapat berhasil diperlukan kementerian khusus perumahan dan badan khusus perumahan,” ungkapnya. Daniel menyebutkan, selama ini beberapa masalah terjadi akibat pemerintah tidak fokus pada persoalan dan isu perumahan seperti kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk rumah subsidi yang pada tahun 2024 ini kuotanya sudah habis di bulan Agustus.
Dia menegaskan, kuota rumah subsidi yang terbatas akan berdampak karena perumahan memiliki multiplier effect yang besar terhadap sektor lainnya. “Selain itu, kementerian khusus perumahan juga bisa mengatasi kendala aturan dan perizinan yang saat ini masih menghambat pembangunan perumahan,” jelasnya.
Wakil Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Aviv Mustaghvirin berpendapat bahwa saat ini kementerian yang mengurusi kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan dan sandang sudah ada, namun yang menangani urusan papan justru tidak ada. Hal itu yang menyebabkan backlog perumahan sulit terselesaikan.
“Soal perumahan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Karena itu, Himperra merekomendasikan untuk dihidupkan kembali kementerian perumahan rakyat. Tanpa kementerian khusus, maka sulit sekali untuk mewujudkan program 3 juta rumah tersebut,” kata Aviv.
Dirinya berpendapat jika pemerintah perlu melakukan intervensi dalam pembangunan perumahan terlebih dari sisi kebijakan diantaranya untuk mengendalikan harga tanah yang semakin tinggi di perkotaan. Akibatnya, lokasi perumahan subsidi semakin jauh dari pusat aktivitas masyarakat.
Pendapat serupa juga dikemukakan Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas Jaya) Andriliwan Muhamad yang menegaskan bahwa program 3 juta rumah yang dicanangkan Prabowo-Gibran akan mampu mengurangi backlog perumahan di Indonesia.
Asosiasi itu sangat mendukung program positif ini untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah. “Kami mengusulkan dibentuknya kembali kementerian khusus perumahan, karena perumahan dan infrastruktur sama pentingnya. Oleh karena itu, urusan perumahan tidak cukup hanya ditanggani oleh pejabat setingkat direktur jenderal,” kata Andriliwan yang akrab disapa Andre Bangsawan.
Dia mengingatkan agar program 3 juta rumah ini diikuti dengan penyempurnaan terhadap regulasi dan skema-skema pembiayaan termasuk membenahi undang-undang yang terkait perumahan. Sebab menurutnya, pengembang selama ini sangat kesulitan dalam mengurus perizinan, salah satunya karena tidak adanya kementerian khusus.
Appernas Jaya merekomendasikan kementerian khusus perumahan ini nantinya harus fokus kepada tiga target yaitu membuat skema baru tentang pembiayaan perumahan, membuat perizinan agar lebih mudah, dan harus ada kesepahaman bersama tentang rumah atau hunian yang akan dibangun untuk masyarakat.
Sementera itu, Menteri Negara Perumahan dan Permukiman periode 1998-1999, Theo L. Sambuaga mengaku turut mendukung pembentukan kementerian khusus perumahan. Menurutnya, angka backlog kepemilikan rumah masih sangat besar di Indonesia. Hal itu menjadi tantangan serius yang harus diatasi dengan meningkatkan langkah-langkah yang super extra.
“Program 3 juta rumah ini menjadi langkah strategis yang perlu didukung agar terlaksana dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, perlu diwujudkan gagasan agar urusan perumahan dapat kembali ditangani dan menjadi tanggung jawab satu kementerian tersendiri yang mempunyai struktur fungsional sampai ke daerah-daerah,” pesannya.
Theo juga mendorong pemerintah memberikan insentif agar kalangan swasta ikut berpartisipasi dalam program pemerintah untuk membangun jumlah rumah yang reasonable untuk penyediaan rumah layak huni dan terjangkau untuk masyarakat khususnya MBR.
Butuh Kerjasama
Deputi Komisioner BP Tapera bidang Pemupukan Dana, Doddy Bursman menyebutkan dibutuhkan kerjasama yang kuat dari seluruh stakeholders untuk mendukung program 3 juta rumah termasuk pada ekosistem perumahan.
“Terkait dengan program 3 juta rumah, BP Tapera siap mendukung apapun keputusan yang akan dilaksanakan presiden terpilih nanti. Kami akan menjaga terus penyaluran perumahan bagi masyarakat, serta siap menerima penugasan dari pemerintah yang akan datang,” ungkapnya.
BP Tapera berfungsi sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP) yang mengelola dana FLPP sekaligus sebagai demand aggregator untuk penyediaan data MBR. Doddy menambahkan, strategi yang dibutuhkan dalam mendukung program pembiayaan perumahan bagi MBR adalah perluasan pengembangan pembiayaan perumahan, mengurangi beban fiskal pemerintah dan mismatch maturity dengan menyediakan dana murah jangka panjang.
“Ke depan, BP Tapera akan terus melakukan perluasan sumber dana sesuai ketentuan peraturan perundangan. Sumber dana tersebut, selain berasal dari dana peserta dan dana pemerintah melalui alokasi APBN, dapat juga dengan optimalisasi sumber dana lain sesuai ketentuan peraturan perundangan,” jelasnya.
Presiden EAROPH Indonesia, Andira Reoputra yang dihubungi terpisah mengatakan bahwa program 3 juta rumah yang digagas pemerintahan Prabowo-Gibran nanti akan menjadi magnet yang besar bagi masyarakat termasuk masyarakat perkotaan.
Pemerintahan baru mendatang diharapkan dapat merangkul semua stakeholder agar program perumahan tersebut dapat berjalan optimal. Menurut dia, selain penting adanya zonasi perumahan yang link and match dengan konsep penataan kota agar masyarakat bisa mendapatkan hunian terjangkau, koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah kota juga dibutuhkan.
“Di Jakarta misalnya, pemerintah pusat memiliki aset properti termasuk lahan yang luar biasa besar, demikian pula pemerintah provinsi. Karena itu butuh yang dinamakan property bracket. Jadi di dalam property bucket ini, nanti ada aset pusat dan ada aset daerah,” kata Reo, demikian dia akrab disapa.
Kalau semua aset properti itu dapat dikumpulkan dan dikonsolidasikan, maka nantinya persoalan lahan atau lokasi untuk pembangunan hunian di perkotaan seperti di Jakarta akan bisa terselesaikan. Aset-aset yang ada di dalam property bucket, sebut Reo, juga memungkinkan untuk dikerjasamakan melalui skema pembangunan Skema Build Operate Transfer (BOT), Build,Transfer,Operate (BOT) atau Kerja Sama Pemanfaatan atau KSP.