Jakarta, Properti Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memberikan rapor merah selama empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Dalam laporan LBH yang diterbitkan pada 18 Oktober 2021 tersebut, menyebutkan bahwa sulitnya mendapatkan hunian atau tempat tinggal di DKI Jakarta, termasuk masalah rumah DP 0 rupiah.
“Kebijakan penyelenggaraan rumah uang muka atau DP 0% ditargetkan membangun sebanyak 232.214 unit, kemudian dipangkas tajam sehingga ditargetkan hanya membangun 10 ribu unit,” tulis LBH dalam laporannya yang dikutip, Senin (25/10).
Lanjut LBH, penyelenggaraan rumah pada awalnya untuk warga berpenghasilan Rp4-7 juta, kemudian diubah menjadi Rp14 juta. Sehingga rumah DP 0 persen tetap tidak menyelesaikan masalah harga tanah dan rumah di DKI Jakarta yang semakin tidak terjangkau.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menanggapi rapor merah yang diberikan LBH. Pemprov menilai ada yang perlu diluruskan dari laporan tersebut. Asisten Pemerintahan Sekda DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, mengatakan bahwa visi program hunian Jakarta adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan hunian layak dengan berbagai skema.
Baca Juga : Menilik Kinerja Sektor Properti DKI Jakarta Q-1 2021
“Dalam laporan LBH Jakarta tersebut, perlu ada yang diluruskan. Seperti mengenai skema DP Nol. Skema DP Nol ini hanya salah satu bagian dari solusi besar isu hunian Jakarta,” tulis Sigit dalam siaran pers, dikutip Senin (25/10).
Menurutnya, ‘tinggal’ tidak selalu bermakna memiliki rumah, tapi lebih kepada aksesibilitas. Baik beli maupun sewa dan kelayakan atau livability hunian.
“Skema DP Nol hadir untuk meningkatkan aksesibilitas warga terhadap hunian,” imbuh Sigit.
Berdasarkan survey properti dari Rumah.com Consumer Sentiment Study H1 2021, sejak 2017 hingga 2021, hingga 42 persen menyatakan bahwa ketidakmampuan membayar uang muka menjadi hambatan untuk mengambil KPR. Dari survey ini, persoalannya bukan pada tingginya harga KPR, melainkan pada DP-nya.
Secara keseluruhan, Pemprov DKI Jakarta tetap berupaya memenuhi kebutuhan 250.000 unit hunian melalui penyediaan 18.906 unit Rusunawa, Rusunami terjangkau dimana 1.500 diantaranya menggunakan DP Nol.
Baca Juga : Pemprov DKI Jakarta Ubah Batas Penghasilan untuk Hunian DP Rp0 Jadi Rp14,8 Juta
Kemudian akan membuat peningkatan kualitas kampung, 112 izin mendirikan bangunan (IMB) telah dikeluarkan di Kampung Prioritas demi keamanan dan kenyamanan tinggal. Lalu mendorong hunian terjangkau oleh swasta. Untuk mendukung hal tersebut, diterbitkan juga kebijakan insentif agar swasta dapat menyediakan hunian untuk masyarakat menengah bawah.
“Contohnya, percepatan penerbitan IMB dan kewajiban penyediaan hunian terjangkau di setiap kawasan Transit Oriented Development,” ucapnya.
Adapun, terkait syarat dan ketentuan administrasi bagi penerima manfaat tidak ada perubahan. Untuk perubahan batasan tingkat pendapatan dilakukan dalam rangka membuka peluang yang lebih luas bagi penerima manfaat.
Sebab, berdasarkan pengalaman, hanya sedikit sekali calon penerima manfaat yang lolos seleksi di Bank pelaksana dengan batas maksimal pendapatan rumah tangga sebesar Rp9 juta.
“Diharapkan dengan meningkatkan batas maksimal pendapatan rumah tangga sebesar Rp14,8 juta, potensi penerima manfaat akan semakin luas tanpa menutup kesempatan bagi yang pendapatannya lebih kecil dari batas tersebut. Karena Rp14,8 juta adalah batas maksimal,” jelas Sigit.