Jakarta, Properti Indonesia - Permintaan pasar rumah tapak di tahun 2024 diproyeksikan meningkat sekitar 2,8 persen secara tahunan (year on year). Konsultan properti Cushman and Wakefield Indonesia menyebutkan bahwa insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dapat mendorong permintaan kumulatif perumahan tapak di sepanjang tahun 2024.
"Insentif PPN DTP diperkirakan akan menjadi pendorong utama terhadap permintaan kumulatif perumahan tapak di sepanjang tahun 2024," ujar Director of Strategic Consulting of Cushman & Wakefield, Arief Rahardjo dalam keterangannya, Kamis (7/12).
Kemudian dari sisi pasokan kumulatif untuk perumahan tapak hingga akhir tahun ini tetap relatif stabil sekitar 400.000 unit dengan pertumbuhan sekitar 2,6 persen secara tahunan. Permintaan secara kumulatif juga meningkat sekitar 2,8 persen.
Sementara itu, dari pertumbuhan harga dengan adanya inflasi yang mempengaruhi bahan bangunan serta perkembangan infrastruktur di Jabodetabek seperti MRT, LRT dan akses jalan tol yang menyebabkan kenaikan harga tanah sehingga harga jual rumah secara keseluruhan diperkirakan meningkat di tahun 2024. Cushman & Wakefield mencatat pertumbuhan harga tanah di Jabodetabek pada tahun 2023 hampir mencapai Rp12,5 juta per meter persegi, sementara di 2024 diperkirakan sekitar Rp13 juta per meter persegi.
"Apabila kondisi ekonomi makro membaik sebagaimana diharapkan dan sentimen politik tetap positif, harga perumahan tapak diperkirakan akan meningkat, terutama apabila Pemilu 2024 diselesaikan dengan baik dan mulus," jelas Arief.
Selain itu, kebijakan baru terkait kemudahan warga negara asing (WNA) dalam membeli properti di Indonesia dengan paspor juga diprediksi dapat menjadi pendorong permintaan meskipun tidak signifikan. Arief menjelaskan, adanya kebijakan dari pemerintah terkait ekspatriat membeli properti termasuk rumah tapak di Jakarta tidak terlalu berpengaruh, hal ini karena pembeli di Jakarta masih domestik dan berbeda dengan di Bali.
Perumahan tapak kelas menengah dan menengah atas juga akan masih sangat tinggi pertumbuhannya pada tahun-tahun mendatang. Terutama sejak tahun sebelumnya berbagai developer mulai berani mengembangkan perumahan dengan tipe yang lebih besar dan harga Rp1 miliar ke atas.
"Kita lihat beberapa waktu lalu pada masa pandemi, pengembang berfokus untuk mengembangkan rumah dengan tipe yang lebih kecil. Tapi sejak tahun lalu developer sudah mulai membangun tipe-tipe perumahan yang lebih besar," ungkap Arief.
Lanjutnya, dengan kondisi yang sudah membaik ini diharapkan pasar perumahan di kelas menengah dan menengah ke atas juga semakin positif. Pada November 2023 Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan level suku bunga acuan di 6 persen untuk mengendalikan inflasi di tahun 2024, namun KPR masih akan kompetitif atau tidak berpengaruh.
"Pengembang juga perlu menyiasati dengan memberi promosi menarik seperti penerapan suku bunga KPR self subsidi dan keringanan down payment," katanya.
Pemerintah juga telah memberikan insenttif untuk pembelian rumah tapak baru di bawah Rp5 miliar dan membebaskan PPN hingga 100 persen untuk rumah dengan nilai jual objek pajak maksimal Rp2 miliar yang berlaku hingga Juni 2024.
Untuk periode Juli hingga Desember 2024 akan diberikan diskon PPN sebesar 50 persen. Walaupun insentif ini hanya untuk rumah jadi (ready stock), pengembang perumahan diperkirakan tetap aktif meluncurkan produk baru karena adanya permintaan yang berkelanjutan.