Pengaduan Sektor Properti Terus Berulang Sejak 10 Tahun Terakhir

Pengaduan Sektor Properti Terus Berulang Sejak 10 Tahun Terakhir
Ilustrasi properti (Freepik)

Jakarta, Properti Indonesia - Sektor properti merupakan salah satu sektor yang memiliki pengaduan terbanyak terkait hunian atau perumahan dalam 10 tahun terakhir. Hal tersebut berdasarkan catatan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).  

 Dalam lima tahun terakhir atau sebelum pandemi Covid-19 di tahun 2019 hingga tahun 2022, pengaduan terkait perumahan mengalami naik-turun. YLKI mencatat rata-rata aduan perumahan tersebut terkait permasalahan pembangunan, pengembalian uang, masalah sengketa dokumen dan spesifikasi bangunan, sistem transaksi, sistem manajemen, kualitas bangunan, biaya tambahan, hingga somasi. 

Pada tahun 2019, YLKI mencatat terdapat 14,4 persen pengaduan konsumen. Pengaduan ini menempati posisi kedua terbesar berdasarkan kategori pengaduan sepanjang tahun 2019 yakni sebanyak 81 kasus. 

Salah satu kasus terbesar dalah pengaduan konsumen terhadap proyek apartemen Meikarta yang dikembangkan oleh PT Lippo Cikarang Tbk. Proyek ini mendapatkan pengaduan sebesar 7,4 persen atau yang paling banyak diadukan konsumen dibanding properti lain. Sebagian besar pengaduannya adalah pembangunan unit yang belum selesai dari target yang dijanjikan pengembang. 

Kemudian pada tahun 2020, YLKI mencatat aduan sektor perumahan yang mengalami penurunan persentase menjadi sekitar 5,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Aduan permasalahan perumahan di tahun 2020 yaitu pembangunan mangkrak sebesar 34,7 persen, refund 30,4 persen, serah terima unit 17,3 persen, dan pelaku usaha pailit 13 persen. 

Selanjutnya di tahun 2021, pengaduan di sektor perumahan kembali menurun menjadi sekitar 4,90 persen. Adapun aduan konsumen ini didominasi oleh masalah pembangunan perumahan mangkrak mencapai 37 persen, refund 26 persen, serah terima 33 persen, dan lainnya 4 persen. Dengan proyek seperti Meikarta di Bekasi dan Cimanggis City di Depok. 

Pada tahun 2022, pengaduan konsumen individu terhadap masalah perumahan kembali meningkat menjadi sekitar 7,3 persen. Persentase ini menunjukkan ada sebanyak 64 individu dari total 882 pelapor YLKI mengeluhkan masalah perumahan. Dengan rincian masalah soal refund atau pengembalian dana sebesar 27 persen, pembangunan mangkrak 21 persen, dokumen yang tidak terpenuhi 15 persen, dan lain-lain. 

YLKI juga menyebutkan selama 10 tahun terakhir bahwa permasalahan perumahan terus berulang dan sistemik. Pengaduan terkait perumahan ini beragam, meliputi delay on delivery, sertifikasi, mutu bangunan, pre-project selling tanpa pengawasan. 

"Dalam lima tahun terakhir aduan konsumen terkait perumahan masuk lima besar. Sumber persoalannya di pre-project selling. Developer menjual rumah sebelum unitnya jadi. Itu yang banyak menimbulkan persoalan," ujar Anggota Pengurus YLKI, Sudaryarmo dalam keterangannya beberapa waktu lalu. 

Lanjutnya, YLKI juga telah memberikan catatan karena dalam 10 tahun terakhir ini tidak ada perkembangan signifikan dalam kelembagaan dan regulasi di sektor properti. Catatan tersebut salah satunya adalah struktur birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) belum ada bagian yang mengurus masalah perlindungan konsumen sehingga perlu ada petugas terkait perlindungan konsumen. 

Kedua, Kementerian PUPR juga perlu membuat aturan terkait perlindungan konsumen. PUPR juga perlu membuat peraturan terkait perlindungan konsumen, hal ini karena dalam sejumlah kasus sering terjadi ketika unit belum jadi tetapi KPR sudah cair. 

“Dalam catatan YLKI, rata-rata KPR dilakukan pengembang dan bank dalam satu kelompok usaha. Perlu ada regulasi agar pengembang dan bank tidak melakukan penyaluran dalam satu usaha, sehingga ada peluang saling kontrol,” jelas Sudaryarmo. 

Tags
#hunian #rumah #apartemen #Berita Properti #properti #perumahan