Jakarta, Properti Indonesia – Penjualan rumah tapak di China mengalami penurunan 37,7 persen (year on year/yoy) per 1 Oktober 2022, yang mengakibatkan negara ini mengalami krisis properti. Dilansir dari Reuters, Senin (10/10), permintaan terhadap rumah menurun akibat pandemi Covid-19. Kemudian penjualan rumah yang merosot membuat pengembang properti gagal bayar utang, dan konsumen yang memboikot cicilan kredit pemilikan rumah (KPR).
Di antara 20 kota yang dipantau oleh China Index Academy, rata-rata penjualan rumah satu lantai menurun drastis. Penjualan rumah di Beijing turun 64 persen, Shenzen turun 49 persen, dan Shanghai turun 47 persen. Bahkan penjualan rumah di Kota Hangzhou juga tercatat anjlok sekitar 80 persen.
“Pembeli rumah dalam masih suasana wait and see, dan masih melihat langkah-langkah stimulus yang diberikan pemerintah ini akan membutuhkan waktu,” ujar Chen Wenjing, seorang analis dari perusahaan riset real estat independen.
Adapun Bank Sentral China (People’s Bank of China) sebelumnya telah memberikan stimulus di sektor properti China, yaitu memangkas suku bunga pinjaman atau kredit untuk properti. Kemudian pemotongan Pajak Penghasilan bagi individu yang membeli rumah. Bank Sentral China memberikan insentif berupa suku bunga KPR sebesar 2,6 persen bagi pembelian rumah pertama untuk jangka waktu kurang dari lima tahun, sementara di atas lima tahun sebesar 3,1 persen.