Jakarta, Properti Indonesia – Konsultan properti Knight Frank dalam laporan terbarunya bertajuk Asia Pacific Residential Review H1 2022 menjelaskan, sebagian besar pasar residensial di negara-negara Asia Pasifik tetap stabil meskipun suku bunga naik. Pulihnya pasar residensial ini didukung oleh sentimen bisnis yang positif, pembukaan kembali ekonomi dan tenaga kerja yang kuat pasca-pandemi.
Meskipun ada kenaikan suku bunga, biaya hidup, dan kekhawatiran resesi, pembeli rumah umumnya tidak terhalang oleh prospek dan masih mencari nilai beli di pasar. Berdasarkan pengamatan Knight Frank, 19 dari 23 kota mencatatkan pertumbuhan harga tahunan yag positif pada semester pertama 2022. Pertumbuhan rata-rata menapai 5,6 persen (year on year/yoy), yang menunjukkan pertumbuhan moderat dibandingkan enam bulan lalu.
Victoria Garrett, Kepala Residensial Asia Pasifik di Knight Frank mengatakan, kenaikan suku bunga telah berdampak pada pasar perumahan di Auckland, Selandia Baru, di mana tingkat pertumbuhan tahunan terkontraksi sejak Juni 2019. Kemudian di Kuala Lumpur dan Penang tercatat membaik, dengan penurunan yang lebih kecil dibandingkan semester II 2021. Sementara ini percepatan normalisasi kebijakan moneter di sebagian besar wilayah umumnya akan melunakkan harga residensial.
“Rumah di pasar kelas atas hingga mewah juga trennya akan tetap naik, karena pembeli memndang rumah sebagai indikasi status dan bagian dari warisan pribadi,” ujar Victoria dalam laporan Knight Frank, Kamis (28/7).
Di Asia Tenggara, prospek perumahan di Kuala Lumpur dan Penang membaik. Ketersediaan bank untuk menyetujui pinjaman rumah dan suku bunga pinjaman yang rendah diperkirakan akan mendorong pertumbuhan harga perumahan hingga akhir tahun 2022. Meskipun indeks harga per tahun di Kuala Lumpur menurun 1,3 persen dan di Penang turun 0,3 persen. Sementara pertumbuhan harga residensial di Jakarta masih terpantau stabil berada di angka 1,5 persen.
Kemudian di Selandia Baru, harga rumah mulai turun mengikuti langkah bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter lebih cepat untuk mengatasi inflasi tinggi. Baik di Auckland dan Wellington diperkirakan mengalami tantangan di semester kedua tahun ini karena volatilitas pasar meningkat dan pembeli masih ragu terhadap harga properti yang tinggi terhadap kenaikan suku bunga KPR.
Semetara itu, China masih mengalami tekanan akibat pembatasan mobilitas di beberapa kota, dan secara keseluruhan sentimen pasar perumahan di negara ini masih lemah. Konstruksi properti juga menunjukkan tren yang menurun. Untuk mendukung pasar properti, pemerintah China memberikan pelonggaran kebijakan regulasi. Dengan memangkas suku bunga utama untuk pinjaman jangka panjang pada akhir Mei lalu.