Jakarta, Properti Indonesia - Investasi properti komersial di Asia Pasifik tercatat menurun sebesar 22 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal III 2023. Konsultan real estat global Jones Lang LaSalle (JLL) menyebutkan investasi tersebut menjadi USD21,3 miliar atau sekitar Rp327,8 triliun.
Penurunan tersebut merupakan capaian terendah secara kuartalan sejak kuartal kedua tahun 2010. Kemudian terjadi seiring berlanutnya kontraksi tajam pada volume investasi di sektor perkantoran dan ritel. Sementara untuk sektor industri, logistik, dan hunian masih tetap tangguh.
"Meski gagasan untuk kembali bekerja di kantor terus menguat dan tingkat hunian yang rendah di banyak pasar, para investor umumnya tetap lebih berhati-hati terhadap sektor perkantoran," ujar CEO Asia Pacific Capital Markets JLL Stuart Crow dalam keterangannya, dikutip Rabu (22/11).
Biaya utang yang tinggi juga memberikan tekanan repricing atau penentuan harga dan sebagian besar masih berada dalam mode pencarian harga saat investor menyesuaikan target return untuk akuisisi.
"Kami tetap yakin dengan daya tarik jangka panjang dan ketahanan pasar real estat komersial Asia Pasifik, namun kami tetap realistis bahwa para investor mencari kepastian lebih lanjut mengenai harga dan situasi makro ekonomi," imbuh Crow.
Sepanjang kuartal III 2023, China menjadi pasar yang paling aktif di Asia Pasifik. Volume investasinya mencapai USD4,7 miliar atau setara Rp72,2 triliun, naik 43 persen secara tahunan. Sementara di Hong Kong, aktivitas investasi mencapai 800 juta dollar AS atau setara Rp 12,3 triliun, naik 15 persen YoY.
Selanjutnya, di Hong Kong mencatat aktivitas investasi mencapai USD800 juta atau Rp12,3 naik 15 persen yang sebagian besar transaksi terdiri aset dengan strata title untuk penggunaan pribadi. Di Jepang mecatat volume investasi sebesar USD4,1 miliar (Rp63,07 triliun) atau tumbuh 3 persen. Sektor industri dan logistik menjadi sektor yang aktif dalam pasar ini, dengan dua akuisisi portofolio oleh investor domestik dan J-REIT yang mengakuisisi portofolio hotel seiring pemulihan pariwisata yang cepat dan kenaikan harga kamar hotel.
Selain itu, Korea Selatan juga membukukan transaksi senilai USD4,2 miliar (Rp64,5 triliun), turun 35 persen secara tahunan. Hal ini disebabkan oleh investor domestik menggunakan sebagian besar dana investasi mereka, bersama dengan volume kantor yang mengecil akibat sentimen yang surut di kalangan investor inti global.
Volume investasi di Australia juga menurun 47 persen menjadi USD3,8 miliar atau setara Rp 58,4 triliun. Terakhir, volume investasi Singapura menurun 11 persen menjadi USD2 miliar (Rp30,7 triliun) dengan akuisisi dari sektor hotel dan ritel.