Jakarta, Properti Indonesia – Berbagai indikator ekonomi terus menunjukkan pemulihan, seperti konsumsi listrik, purchasing managers’ index (PMI) manufaktur, indeks penjualan ritel, konsumsi semen, serta impor bahan baku dan barang modal. Indikator-indikator tersebut menunjukkan peluang pemulihan ekonomi yang terus dijaga ritme akselerasinya. Melihat hal tersebut, pemerintah memberikan insentif relaksasi PPnBM untuk kendaraan bermotor, serta untuk sektor properti berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk rumah tapak dan rumah susun.
Adapun insentif fiskal pada sektor properti ini dilandasi oleh fakta bahwa kontribusi berupa real estate dan konstruksi terhadap PDB selama 20 tahun terakhir terus meningkat, dari 7,8% pada tahun 2000 menjadi 13,6% pada 2020. Meskipun tahun lalu mengalami kontraksi minus 2,0%/
“Pekerja di sektor properti juga terus meningkat sejak tahun 2000 sampai dengan 2016 dan sedikit melandai hingga 9,1 jua di 2019, namun turun menjadi 8,5 juta di 2020. Ini yang menjadi pertimbangan pemerintah,” ujar Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto pada keterangan resmi konferensi pers yang diterima Properti Indnesia, Senin (1/3).
Insentif pada sektor properti telah diatur berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.21 tahun 2021. Berupa diskon pajak melalui fasilitas PPN DTP, yang diberikan untuk penjualan rumah tapak atau unit hunian rumah susun selama enam bulan, terhitung mulai awal Maret 2021. Pemberian fasilitas PPN DTP sebesar 100% dengan nilai jual hingga Rp2 miliar, dan 50% bagi yang memiliki nilai jual di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.
“Kriterianya adalah penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun dengan kriteria tertentu diberikan dukungan PPN yang ditanggung pemerintah. Jadi, kriterianya adalah rumah tapak atau unit hunian rumah susun tapi yang harga jualnya maksimal Rp5 miliar. dan dia harus diserahkan secara fisik pada periode pembelian insentif,” jelas Menteri Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani, dalam paparan konferensi pers.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono juga mengatakan bahwa kebijakan insentif ini melengkapi empat kebijakan yang sudah diterapkan Kementerian PUPR di sektor perumahan. Yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp16,66 triliun untuk 157.500 unit, Subsdi Selisih Bunga (SSB) sebesar Rp5,96 triliun, Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebesar Rp630 miliar, dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebesar Rp8,7 miliar.
“Untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), selain empat program tersebut, juga sudah dibebaskan PPN dan ditambahkan 4 juta cash bantuan uang muka. Sehingga secara keseluruhan, capaian program untuk tahun 2020 berjumlah 200.972 unit dengan nilai fasilitas bebas PPN yang diberikan Pemerintah sebesar Rp2,92 triliun untuk MBR,” imbuhnya.
Sementara itu, kriteria bagi rumah tapak dan rumah susun yang mendapat insentif PPN DTP, dan harus diserahkan secara fisik pada periode pemberikan insentif, antara lain rumah baru yang dalam kondisi siap huni. Serta diberikan maksimal untuk satu unit rumah tapak atau unit hunian rumah susun untuk 1 orang, dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu satu tahun.
Pemberian insentif ini merupakan kebijakan penting, mengingat sektor ini sangat strategis dalam perekonomian dan memiliki efek pengganda yang kuat keterkaitannya dengan berbagai sektor perekonomian. Serta mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Di samping itu, sektor perumahan yang terdiri atas sektor kontruksi dan real estat memberikan sumbangan terhadap PDB sekitar 13,6%.
Sehingga diharapkan kebijakan ini dapat menarik minat kelas menengah untuk melakukan konsumsi yang tinggi dan mampu menjadi stimulan konsumsi rumah tangga, yang memiliki kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi.